Dalam memandang pengertian uang kita bisa melihat dari dua
zaman yaitu tradisional dan modern. Pada zaman tradisional uang adalah suatu
alat tukar untuk memenuhi kebutuhan yang terjadi di dalam masyarakat. Pada
zaman modern uang tidak lagi digunakan sebagai alat tukar namun digunakan
sebagai alat pembayaran yang terjadi didalam masyarakat tersedbut.
Sosiologi mempelajari bagaimana masyarakat mempengaruhi fenomena uang dan keungan yang terjadi dalam masyarakat, serta sebaliknya bagaimana fenomena uang dan keuangan mempengaruhi manusia itu sendiri. Fenomena uang dan keuangan tidak hanya berskala mikro namun juga berskala makro. Fenomena uang dan keuangan bukan hanya fenomena yang bersifat konvensional seperti bank, asuransi, koperasi, dan seterusnya tetapi juga mencakup yang bersifat alternatife seperti Baitul maal wattamwil dan bank Syariah. Fenomena uang yang tidak kalah menariknya dan diperkirakan akan digunakan banyak orang di masa depan, terutama oleh para kalangan bisnis, adalah cybercash yaitu sistem pembayaran transaksi menggunakan kartu kredit yang berhubungan dengan internet.
Selain itu, kajian makna sosial dan budaya dari uang, yang dipelopori oleh Viviana A. Zelizer (1989; 1991;1994)1, merupakan salah satu topik yang penting dalam sosiologi uang. Ia memberikan gambaran tentang bagaimana makna sosial atas uang. Dalam masyarakat, uang dipahami dan diperlakukan secara berbeda berdasarkan makna terhadap asal usul dan cara memperolehnya. Di Indonesia dikenal dengan istilah uang haram, uang panas, dan uang kotor di satu sisi serta uang halal dan uang bersih di sisi lain. Istilah tersebut merupakan konstruksi masyarakat atas asal usul dan cara memperoleh uang. Konstruksi tersebut dibangun atas landasan makna terhadap nilai-nilai yang dimiliki.
Dewasa ini, uang yang pada awalnya digunakan oleh manusia sebagai alat pertukaran dalam ekonmi. Namun pada kenyataannya uang berkembang melampaui dirinya sendiri, tidak lagi hanya menjadi alat pertukaran. Uang juga bisa dikatakan sebagai agen of social change, cara penyatuan sosial, uang juga dapat menjadi simbol yang mereprestasikan kekuatan dan kedaulatan, simbol kesetaraan, simbol prestise dan sebagainyaBerikut ini tokoh-tokoh sosiolog yang berjasa dalam meletakkan fondasi kajian tentang uang :
1. Karl Marx (1818 - 1883)
Karya marx yang terpenting dalam memperbincangkan fenomena uang adalah Capital: A Critique of Political Economy (1867/1967). Ketika menjelaskan sirkulasi komoditi, seperti telah dijelaskan sebelumnya, Marx melihat 3 tipe sirkulasi komoditi yang dialami umat manusia sepanjang sejarah yaitu tipe K - K, K - U - K, dan U - K - U. Tipe dua dan tiga merupakan bentuk di mana uang digunakan dalam kulasi komoditi.
2. Georg Simmel (1858 - 1918)
Dibandingkan dengan teoritis sosiologi klasik lainnya, Simmel merupakan peletak dasar utama dan memberikan sumbangan terbesar terhadap sosiologi uang. Dalam bukunya yang berjudul The Philosophy of Money (1907/1978) merupakan karya monumental sosiologi Simmel dan sebagai buku rujukan utama dalam memahami sejarah perkembangan sosiologi uang.
Dalam bukunya tersebut, Simmel mulai dengan diskusi tentang bentuk-bentuk umum dari uang dan nilai. Kemudian ia menjelaskan tentang dampak uang terhadap “inner world” dari actor dan terhadap budaya secara umum. Dalam tesisnya tentang hubungan antara nilai dan uang, ia menjelaskan orang membuat nilai dengan menciptakan obyek, memisahkan diri mereka sendiri terhadap obyek yang diciptakan, dan kemudian mencari jalan keluar terhadap jarak, rintangan, dan kesulitan yang muncul dari obyek yang diciptakannya tersebut (Simmel, 1907/1978: 66). Kesulitan utama dalam memperoleh suatu obyek adalah nilai obyek itu sendiri. Menurut Simmel, nilai dari sesuatu berasal dari kememapuan orang menempatkan diri mereka sendiri pada jarak yang tepat terhadap obyek. Sesuatu yang sangat dekat, sangat mudah diperoleh bukan sebagai sesuatu yang sangat bernilai. Sebaliknya, sesuatu yang sangat jauh, sangat sulit, atau hamper tidak mungkin memperolehnya juga bukan sebagai sesuatu yang sangat bernilai. Dengan demikian, sesuatu yang sangat bernilai bukanlah sesuatu yang sangat jauh atau juga bukan sesuatu yang sangat dekat. Di antara faktor-faktor yang terlibat dalam jarak suatu obyek dari seorang aktor adalah kesulitan terlibat di dalamnya, kelangkaannya, dan kebutuhan mengorbankan sesuatu yang lain untuk mencapainya. Orang mencoba menempatkan diri mereka sendiri pada jarak yang tepat dari obyek, yang mestinya mampu diperoleh, tetapi tidak begitu mudah mencapainya.
Dalam konteks nilai secara umum, simmel membicarakan uang. Dalam realitas ekonomi, uang melayani baik untuk menciptakan jarak terhadap obyek juga memberikan sarana untuk mendapatkan jalan keluarnya. Dalam masyarakat modern, nilai uang melekat pada obyek-obyek. Obyek tersebut memiliki jarak dengan kita. Kita tidak dapat memperoleh mereka tanpa uang dari milik kita sendiri. Kesukaran dalam memperoleh uang, oleh karenanya, obyek menjadi bernilai pada kita. Pada waktu yang sama, sekali kita mendapatkan cukup uang, kita mampu untuk menghilangkan jarak antara diri kita sendiri dan obyek.Ekonomi uang mencitpakan peingkatan perbudakan individual. Individual dalam masyarakat modern menjadi teriolasi dan teratomisasi. Ia tidak melekat dalam kelompoknya, individu berdiri sendiri dalam menghadapi peningkatan dan perluasan budaya obyektif yang memaksa. Individu dalam masyarakat modern diperbudak oleh suatu budaya obyektif massif. Bagi Simmel, uang selain mengandung instrument impersonal juga mempunyai aspek pembebasan. Dengan putusnya hubungan-hubungan personal dalam lingkungan tradisional, uang memberikan kepada setiap individu kebebasan memilih kerangka dan kerabat kerja dalam pertukaran ekonomi.
3. Marx Weber (1864 – 1920)
Dalam Economy and Society ([1922]1978: 80-82), Weber memandang uang baik sebagai suatu konsekuensi maupun sebagai prasyarat penting bagi rasionalisasi dari kehidupan masyarakat modern. Di antara konsekuensi dari uang, menurut Weber, adalah peningkatan pertukaran tidak langsung. Melalui uang, seseorang dapat langsung melakukan transaksi. Kemampuan seperti ini tidak dimiliki oleh barter. Kemampuan menimbun dana tunai untuk memudahkan pembelian di masa datang dan menjadikan uang sebagai sarana untuk memperoleh bermacam barang dan pelayanan merupakan konsekuensi lain dari uang. Dua konsekuensi yang disebut barusan memudahkan orang dalam melakukan perencanaan. Sesuatu hal yang sukar dilakukan pada masa masyarakat ekonomi barter.
Weber juga melihat bahwa nilai uang yang melekat pada barang dan jasa tidak selalu nerkait degan nilai gunanya pada saat pembelian tetapi dapat dipengaruhi oleh kepercayaan tentang nilai tukar mereka. Gagasan ini sesuai dengan dictum ekonomi klasik bahwa harga suatu barang, dipengaruhi oleh permintaan, sering berbeda dari nilainya, bagi ekonomi klasik seperti Smith, Ricardo, dan Marx, memandangnya sebagai ciri obyektif yang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam produksi.
Sosiologi mempelajari bagaimana masyarakat mempengaruhi fenomena uang dan keungan yang terjadi dalam masyarakat, serta sebaliknya bagaimana fenomena uang dan keuangan mempengaruhi manusia itu sendiri. Fenomena uang dan keuangan tidak hanya berskala mikro namun juga berskala makro. Fenomena uang dan keuangan bukan hanya fenomena yang bersifat konvensional seperti bank, asuransi, koperasi, dan seterusnya tetapi juga mencakup yang bersifat alternatife seperti Baitul maal wattamwil dan bank Syariah. Fenomena uang yang tidak kalah menariknya dan diperkirakan akan digunakan banyak orang di masa depan, terutama oleh para kalangan bisnis, adalah cybercash yaitu sistem pembayaran transaksi menggunakan kartu kredit yang berhubungan dengan internet.
Selain itu, kajian makna sosial dan budaya dari uang, yang dipelopori oleh Viviana A. Zelizer (1989; 1991;1994)1, merupakan salah satu topik yang penting dalam sosiologi uang. Ia memberikan gambaran tentang bagaimana makna sosial atas uang. Dalam masyarakat, uang dipahami dan diperlakukan secara berbeda berdasarkan makna terhadap asal usul dan cara memperolehnya. Di Indonesia dikenal dengan istilah uang haram, uang panas, dan uang kotor di satu sisi serta uang halal dan uang bersih di sisi lain. Istilah tersebut merupakan konstruksi masyarakat atas asal usul dan cara memperoleh uang. Konstruksi tersebut dibangun atas landasan makna terhadap nilai-nilai yang dimiliki.
Dewasa ini, uang yang pada awalnya digunakan oleh manusia sebagai alat pertukaran dalam ekonmi. Namun pada kenyataannya uang berkembang melampaui dirinya sendiri, tidak lagi hanya menjadi alat pertukaran. Uang juga bisa dikatakan sebagai agen of social change, cara penyatuan sosial, uang juga dapat menjadi simbol yang mereprestasikan kekuatan dan kedaulatan, simbol kesetaraan, simbol prestise dan sebagainyaBerikut ini tokoh-tokoh sosiolog yang berjasa dalam meletakkan fondasi kajian tentang uang :
1. Karl Marx (1818 - 1883)
Karya marx yang terpenting dalam memperbincangkan fenomena uang adalah Capital: A Critique of Political Economy (1867/1967). Ketika menjelaskan sirkulasi komoditi, seperti telah dijelaskan sebelumnya, Marx melihat 3 tipe sirkulasi komoditi yang dialami umat manusia sepanjang sejarah yaitu tipe K - K, K - U - K, dan U - K - U. Tipe dua dan tiga merupakan bentuk di mana uang digunakan dalam kulasi komoditi.
2. Georg Simmel (1858 - 1918)
Dibandingkan dengan teoritis sosiologi klasik lainnya, Simmel merupakan peletak dasar utama dan memberikan sumbangan terbesar terhadap sosiologi uang. Dalam bukunya yang berjudul The Philosophy of Money (1907/1978) merupakan karya monumental sosiologi Simmel dan sebagai buku rujukan utama dalam memahami sejarah perkembangan sosiologi uang.
Dalam bukunya tersebut, Simmel mulai dengan diskusi tentang bentuk-bentuk umum dari uang dan nilai. Kemudian ia menjelaskan tentang dampak uang terhadap “inner world” dari actor dan terhadap budaya secara umum. Dalam tesisnya tentang hubungan antara nilai dan uang, ia menjelaskan orang membuat nilai dengan menciptakan obyek, memisahkan diri mereka sendiri terhadap obyek yang diciptakan, dan kemudian mencari jalan keluar terhadap jarak, rintangan, dan kesulitan yang muncul dari obyek yang diciptakannya tersebut (Simmel, 1907/1978: 66). Kesulitan utama dalam memperoleh suatu obyek adalah nilai obyek itu sendiri. Menurut Simmel, nilai dari sesuatu berasal dari kememapuan orang menempatkan diri mereka sendiri pada jarak yang tepat terhadap obyek. Sesuatu yang sangat dekat, sangat mudah diperoleh bukan sebagai sesuatu yang sangat bernilai. Sebaliknya, sesuatu yang sangat jauh, sangat sulit, atau hamper tidak mungkin memperolehnya juga bukan sebagai sesuatu yang sangat bernilai. Dengan demikian, sesuatu yang sangat bernilai bukanlah sesuatu yang sangat jauh atau juga bukan sesuatu yang sangat dekat. Di antara faktor-faktor yang terlibat dalam jarak suatu obyek dari seorang aktor adalah kesulitan terlibat di dalamnya, kelangkaannya, dan kebutuhan mengorbankan sesuatu yang lain untuk mencapainya. Orang mencoba menempatkan diri mereka sendiri pada jarak yang tepat dari obyek, yang mestinya mampu diperoleh, tetapi tidak begitu mudah mencapainya.
Dalam konteks nilai secara umum, simmel membicarakan uang. Dalam realitas ekonomi, uang melayani baik untuk menciptakan jarak terhadap obyek juga memberikan sarana untuk mendapatkan jalan keluarnya. Dalam masyarakat modern, nilai uang melekat pada obyek-obyek. Obyek tersebut memiliki jarak dengan kita. Kita tidak dapat memperoleh mereka tanpa uang dari milik kita sendiri. Kesukaran dalam memperoleh uang, oleh karenanya, obyek menjadi bernilai pada kita. Pada waktu yang sama, sekali kita mendapatkan cukup uang, kita mampu untuk menghilangkan jarak antara diri kita sendiri dan obyek.Ekonomi uang mencitpakan peingkatan perbudakan individual. Individual dalam masyarakat modern menjadi teriolasi dan teratomisasi. Ia tidak melekat dalam kelompoknya, individu berdiri sendiri dalam menghadapi peningkatan dan perluasan budaya obyektif yang memaksa. Individu dalam masyarakat modern diperbudak oleh suatu budaya obyektif massif. Bagi Simmel, uang selain mengandung instrument impersonal juga mempunyai aspek pembebasan. Dengan putusnya hubungan-hubungan personal dalam lingkungan tradisional, uang memberikan kepada setiap individu kebebasan memilih kerangka dan kerabat kerja dalam pertukaran ekonomi.
3. Marx Weber (1864 – 1920)
Dalam Economy and Society ([1922]1978: 80-82), Weber memandang uang baik sebagai suatu konsekuensi maupun sebagai prasyarat penting bagi rasionalisasi dari kehidupan masyarakat modern. Di antara konsekuensi dari uang, menurut Weber, adalah peningkatan pertukaran tidak langsung. Melalui uang, seseorang dapat langsung melakukan transaksi. Kemampuan seperti ini tidak dimiliki oleh barter. Kemampuan menimbun dana tunai untuk memudahkan pembelian di masa datang dan menjadikan uang sebagai sarana untuk memperoleh bermacam barang dan pelayanan merupakan konsekuensi lain dari uang. Dua konsekuensi yang disebut barusan memudahkan orang dalam melakukan perencanaan. Sesuatu hal yang sukar dilakukan pada masa masyarakat ekonomi barter.
Weber juga melihat bahwa nilai uang yang melekat pada barang dan jasa tidak selalu nerkait degan nilai gunanya pada saat pembelian tetapi dapat dipengaruhi oleh kepercayaan tentang nilai tukar mereka. Gagasan ini sesuai dengan dictum ekonomi klasik bahwa harga suatu barang, dipengaruhi oleh permintaan, sering berbeda dari nilainya, bagi ekonomi klasik seperti Smith, Ricardo, dan Marx, memandangnya sebagai ciri obyektif yang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam produksi.
0 Comments