Wilayah
pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah
pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih
dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angina laut, dan perembesan
air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan aliran
air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di daratan seperti
penggundulan hutan dan pencemaran (Bengen, 2002). Wilayah pesisir yang letak
wilayahnya menjadi pertemuan antara daratan dan laut ini menjadikan wilayah
pesisir sebagai wilayah penghasilan sumberdaya lautan dan sumberdaya daratan.
Sumberdaya pesisir dapat didefinisikan sebagai poternsi
yang berasal dari lautan ataupun daratan dengan langsung berbatasan pada
lautan. Sumberdaya pesisir berupa potensi alam di wilayah pesisir yang mampu dimanfaatkan,
dikonsumsi, dan dinikmati oleh masyarakat umum. Keberadaan sumberdaya pesisir
saat ini mulai disadari oleh berbagai kalangan, sebagai sumberdaya yang
memiliki potensi menjanjikan, terutama bagi masyarakat nelayan, karena
sumberdaya pesisir yang berasal dari lautan secara logis menjadi sumber daya
milik bersama (umum) dan sumberdaya pesusur yang berasal dari daratan
sumberdaya penyokonganya. Keberadaan sumberdaya pesisir yang menunjang ini
tentunya akan lebih berkembang dan mampu mengangkat taraf perekonomian
masyarakat pesisir. Pemberdayaan pesisir yang tepat dan baik tentunya sebagai
lagkah penunjang, adanya pengembangan, pelestrian, pengelolaan, serta
pemanfaatan hasil pesisir dengan baik tentu memerlukan peran dari berbagai
pihak, seperti halnya kepedulian masyarakat sekitar, pemerintah, dinas terkaik.
Sektor kelautan mulai diperhatikan oleh pemerintah
Indonesia dalam pembangunan sejak Repelita VI rezim Orde Baru. Sejak
kemerndekaan sampai awal repelita VI tersebut, pemerintah lebih memperhatikan
eksploitasi sumberdaya daratan, karena pada masa tersebut daratan mempunyai
potensi yang sangat besar, baik sumber daya mineral maupun sumberdaya hayati,
seperti hutan. Namun setelah hutan ditebang habis sumber minyak dan gas baru
sulit ditemukan didaratan, maka pemerintah berpaling ke sektor kelautan.
Potensi kelautan Indonesia sangat besar dan beragam, yakni memiliki 17.508
pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 dan 5,8 juta kilometer laut atau
sebesar 70% dari luas total wilayah Indonesia. Potensi tersebut tercermin
dengan besarnya keanekaragaman hayati. Potensi budidaya perikanan pantai dan
laut sentral pariwisata bahari.
Namun potensi kelautan yang besar tersebut baru
dimanfaatkan sebagai kecilnya saja. Sebagai contoh, potensi perikanan laut baru
dimanfaatkan sebesar 62% saja. Potensi perikanan pantai dan lautan juga baru
dimanfaatkan sebagian kecil saja. Demikian juga pariwisata bahari baru
sebagaian kecil dimanfaatkan. Jasa perhubungan laut antara pulau di tanah air
maupun dengan Negara-negara lain sebagian besar masih disominasi oleh pelayaran
asing. Sumber minyak dan gas bumi dilaut sudah banyak dimanfaatkan, namun baru
sebagian kecil dari potensi yang ada.
Ada beberapa masalah yang dilihat dari beberapa aspek
yang dihadapi dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pesisir, yaitu :
a.
Aspek Sosial
Masih
lemahnya kesadaran masyarakat terhadap ancaman kerusakan pesisir. Dan masih
kurangnya keterlibatan dan kemampuan masyarakat lokal untuk berpartisipasi
secara aktif dan diberdayakan dalam upaya berbagai pelestarian lingkungan serta
dalam proses pengambilan keputusan untuk pengelolaan sumber daya pesisir.
b.
Aspek Ekonomi
Belum
dilaksanakannya secara optimal dan berkelanjutan kegiatan pemanfaatan dan
pengelolaan sumberdaya pesisir karena keterbatasan modal, sarana produksi,
pengetahuan dan keterampilan, serta faktor eksternal seperti keterbatasan
pelayanan dan penyediaan fasilitas oleh pemerintah. Dan juga masih perlu
ditingkatkannya koordinasi dalam penyusunan perencanaan dan pengambilan
keputusan oleh intansi-intansi pemerintahan daerah yang berkaitan dengan
pembangunan pesisir.
c.
Aspek Ekologis
Masih
rendahnya pengertian dan kesadaran masyarakat untuk melindungi, menjaga
keseimbangan dan memantapkan ekosistem pesisir, sehingga terjadi banyak pengrusakan
hutan bakau (mangrove), tumbuh karang dalam jangka waktu pendek.
d.
Aspek Administratif
Masih
perlunya ditingkatkan koordinasi dan mekanisme administrasi dan penyusunan
perencanaan dan pengambilan keputusan yang bekaitan dengan pengelolaan
sumberdaya pesisiran karena selama ini masih terdapat banyak tumpang tindih
wewenang dan tanggung jawab diantara lembaga-lembaga pemerintahan.
Victor P.H. Nikijuluw (2001) berpendapat bahwa defines
masyarakat pesisir yang luas ini tidak seluruhnya diambil tetpi hanya difokuskan
pada kelompok nelayan dan pembudidaya ikan serta pedagang dan pengola ikan.
Kelompok ini langsung mengusahakan dan memanfaatkan sumberdaya ikan melalui
kegiatan penagkapan dan budidaya. Kelompok ini pula yang mendominasi permukiman
di wilayah pesisir di seluruh Indonesia. Sehingga perekonomian masyarakat
pesisir lebih dispesifikasikan kedalam oerekonomian para nelayan dan
pembubidaya ikan. Sehingga masyarakat nelayan pesisir merupakan pengusaha kecil
dan menengah, dimana lebih banyak dari mereka yang bersifat subsisten, yaitu
dengan menjalani usaha dan kegiatan ekonominya untuk menghidupi keluarga
sendiri, dengan skala yang begitu kecil sehingga hasilnya hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan jangka waktu pendek.
Dari sisi skala usaha perikanan, kelompok masyarakat
pesisir miskin diantaranya terdiri dari rumah tangga perikanan yang menangkap
ikan tanpa menggunakan perahu, menggunakan perahu tanpa motor dan perahu
bermotor tempel. Dengan skala usaha ini, rumah tangga ini hanya mampu menangkap
ikan di daerah dekat pantai. Dalam kasus tertentu, memang mereka dapat pergi
jauh dari pantai dengan cara bekerjasama sebagai mitra perusahaan besar. Namun
usaha dengan hubungan kemitraan seperti tidak begitu banyak dan berarti
dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang begitu banyak. Sehingga
menyebabkan kemiskinan masyarakat pesisir tidak dapat dihindarkan.
Menurut Victor P.H. Nikijuluw (2011), kebutuhan yang
selama ini tidak dipenuhi yaitu kurang dilibatkannya dengan masyarakat pesisir
dalam pembangunan, keterlibatan yang dimaksudkan disini iyalah keterlibatan
secara total dalam semua aspek program pembangunan yang mengangkut didi mereka,
yaitu sejak perencanaan program, pelaksanaanya, evaluasinya, serta
prevelensiannya. Dengan kata lain, kekurangan yang dimiliki selama ini tidak
ada partisipasi masyarakat fslsm pembangunan diri mereka sendiri. Program
pemberdayaan masyarakat telah menjadi Mainstream upaya peningkatan
kesejahteraan serta pengengentasan kemiskinan. Dengan pemberdayaan masyarakat
maka pembangunan tidak mulai dari titik hadir, tetapi berawal dari sesuatu yang
sudah ada pada masyarakat. Pemberdayaan berarti apa yang tekah dimiliki oleh
masyarakat adalah sumberdaya pembangunan yang perlu dikembangkan sehingga makin
nyata kegunaannya bagi masyrakat sendiri.
Karakteristik
Ekonomi Masyarakat Pesisir
1.
Mata Pencaharian
Sebagian
besar penduduk di wilayah pesisir bermatapencaharian di sector pemanfaatan
sumberdaya kelautan (marine resources
base), seperti nelayan, petani ikan (budidaya tambak dan laut), kemiskinan
masyarakat nelayan (problem structural), penambangan pasir, kayu mangrove dan
lain-lain. Sebagai contoh : Kecamatan
kepulauan Seribu, Jakarta Utara
dengan penduduk 17.991 jiwa, sekitar 71,64% merupakan nelayan (Tahun 2001).
2.
Tingkat Pendidikan
Sebagian
besar penduduk wilayah pesisir memiliki tingkat pendidikan yang rendah, seperti
di kecamatan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara (Tahun 2001) sekitar 70,10%
merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD) dan sejalan dengan tingkat tersebut,
fasilitas pendidikan yang ada masih sangat terbatas.
3.
Lingkungan Pemukiman
Kondisi
lingkungan pemukiman masayrakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertara
dengan baik dan terkesan kumuh, dengan kondisi ekonomi masyarakat yang relative
berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan
terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan
pokoknya.
Ciri
Khas Wilayah Pesisir
Ditinjau
dari aspek biofisik wilayah, ruang pesisir da laut serta sumberdata yang
terkadung di dalamnya bersifat khas sehingga adanya intervensi manusia pada
wilayah tersebut dapat mengakibatkan perubahan yang signifikan, seperti bentang
yang sulit diubah, proses pertemuan air tawar dan air laut yang menghasilkan
beberapa ekosistem khas dan lain-lain.
Ditinjau
dari aspek kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta sumberdaya yang
terkandung di dalamnnya sering tidak mempunyai kepemilikan yang jelas (open access), kecuali pada beberapa
wilayah di Indonesia, seperti Ambon dengan kelembagaan sasi, NTB dengan kelembagaan
tradisioal Awig-awig dan Sangihe Taulad dengan kelembagaan Maneeh.
Dengan
karakteristik yang khas dan open access tersebut, maka setiap pembangunan
wilayah dan pemanfaatan sumberdaya timbul konflik kepentingan pemanfaatan ruang
dan sumberdaya serta sangat mudah terjadi degradasi lingkungan dan problem
eksternalitas.
Model
dan Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Wilayah
1) Model
perencanaan, perencanaan masih bisa ke up land, meski ada pengakuan hokum
tentang ruang laut (UU NO. 24/1992 tentang penataan ruang). Ruang kawasan
pesisir termasuk ruang kawasan tertentu yang perencanaan dan penataannya
terkait dengan produk tata ruang nasional, provinsi dan kabupaten. Model
perencanaan up land menganggap wilayah pesisir given (padahal banyak interaksi
ekonomi dan ekologis). Contoh, teori land rent dan teori lokasi. Sebagai
contoh, banyak kota besar di Indonesia yang terletak di pantai mempunyai
perencanaan tata ruang yang bias ke darat. Model perencanaan yang diperlukan
adalah integrasi antara up land dengan wilayah pesisir dan laut untuk membentuk
an area development planning guna
mencapai substainability development
(growth, equity and environmental sustainnability),
regional stability and nation unity.
2) Proses
perencanaan, Proses perencanaan selama ini bersifat sentralistik (top down
panning). Proses perencanaan yang diperlukan adalah pendekatan perencanaan
koordinatif –desentralisitk untuk menampung berbagai aspirasi stake holder dengan menerapan strategi development panning and public choice.
3) Output
perencanaan, hasil perencanaan masih belum diimplementasikan secara optimal
mengingat masih banyaknya tumbang tindih bentuk perencanaan dari berbagai
instansi serta belum diakui oleh seluruh stake holder. Dengan perkataan lain
belum manjadi pegangan bagi setiap pihak yang berkepentingan. Dari hal tersebut
diatas, maka setiap langkah pembangunan, termasuk sector swasta akan menemui
kendala dan pada gilirannya sumberdaya alam dan lingkungan akan mengalami tekanan
yang besar.
Karakteristik
Ekosistem Pesisir
Karakteristik dari ekosistem pesisir mempunyai beberapa
jumlah ekosistem yang berada di daerah pesisir. Contoh ekosistem lain ikut
kedalam wilayah ekosistem pesisir adalah ekosistem mangrove, ekosisitem lamun (segrass),
dan ekosistem terumbu karang. Dari ekosistem pesisir ini, masing-masing
ekosistem mempunyai sifat-sifat dan karakteristik yang berbeda beda. Berikut
merupakan penjelasan dari ekosistem pesisir dan faktor pendukungnya :
1.
Pasang Surut
Daerah
yang terkena pasang surut itu bermacam-macam antara lain gisik, rataan pasang
surut. Lumpur pasang surut, rawa payau, delta, rawa mangrove, dan padang rumput
(sea grass beds). Rataan pasut adalah
suatu mintakan pesisir yang pembentukannya beraneka, tetapi umumnya halus, pada
rataan pasut umumnya terdapat pola sungai yang saling berhubungan dan sungai
utamanya halus, dan masih labil. Artinya lumpur tersebut dapat cepat berubah
apabila terkena arus pasang surut.
2.
Estuaria
Menurut
kamus (Oxford) eustaria adalah muara pasang surut dari sungai yang besar.
Batasan umum digunakan saat sekarang, eustaria adalah suatu tubuh perairan
pantai yang semi tertutup, yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka
dan didalamnya air laut terencerkan oleh air tawar yang berasal dari drainase
daratan. Eustaria biasanya seagai pusat permukiman berbagai kehidupan. Fungsi
dari eustaria cukup banyak antara lain, merupakan daerah mencari ikan, tempat
pembangunan limbah, jalur transportasi, sumber keperluan air untuk berbagai
industry dan tempat rekreasi.
3.
Hutan Mangrove
Hutan
mangrove dapat ditemukan pada daerah yang berlumpur seperti pada rataan pusat.
Lumpur pasut dan eustria, pada mintakat litoral. Agihannya terutama di daerah
trops dan subtropis, hutan mangrove kaya tumbuhan yang hidup bermacam macam,
terdiri dari pohon dan semak yang dapat mencapai ketinggian 30 m. species
mangrove cukup banyak 20 – 40 pada suatu area dan pada umunya dapat tumbuh pada
air payau dan air tawar. Fugsi dari mangrove antara lain sebagai perangkap
sedimen dan mengurangi abrasi.
4.
Padang Lamun (Sea Grass Beds)
Padang
lamun cukup baik pada perairan dangkal atau eustria apabila sinar matahari
cukup banyak. Habitatnya berada terutama pada laut dangkal. Pertumbuhannya
cepat kurang lebih 1.300 – 3.000 gr berat kering. Padang lamun lain mempunyai
habitat dimana tempatnya bersuhu tropis atau subtropics. Ciri binatang yang
hidup di padang lamun yaitu, yang hidup di daun lamun, yang makan akar canopy
daun, yang bergerak di bawah canopy daun, yang berlindung di daerah padang
lamun.
5.
Terumbu Karang
Ekosistem
terumbu karang merupakan ekosistem dengan tingkat keanekaragaman tinggi dimana
di wilayah Indonesia yang mempunyai sekitar 18% terumbu karang dunia. Dengan
keanekaragaman hayati tetinggi di dunia (lebih dari 18% terumbu karang dunia,
seta lebih dari 2500 jenis ikan, 590 jenis karang batu, 2500 jenis moluska, dan
1500 jenis udang) merupakan ekosistem yang sangat kompleks. Dapat hidup pada
kedalaman hingga 50 meter, memerlukan intensitas cahaya yang baik untuk dapat
melakukan proses fotosintesis, salinitas 30-35 ppt merupakan syarat batas untuk
terumbu karang dapat hidup disuatu perairan.
Pengelolaan
Pesisir Secara Berkelanjutan
Suatu kegiatan dikatakan berkelanjutan, apabila kegiatan
pembangunan secara ekonomis, ekologis dan sosial politik bersifat
berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan
pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan capital (capital maintenance), dan penggunaan
sumberdaya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologis
mengandung arti, bahwa kegiatan dimaksud harus dapat mempertahankan integritas
ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya alam
termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity),
sehingga diharapkan pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan. Sementara itu,
berkelanjutan secara sosial politik mensyaratkan bahwa suatu kegiatan
pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil pembangunan, mobilitas
sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat (dekratisasi), identitas sosial, dan
pengembangan kelembagaan (Wiyana, 2004).
Peran
dan Partisipasi Aktif Untuk Melestarikan Ekosistem Pesisir
Dalam upaya menjaga dan merawat kelestarian ekosistem
pesisir, bukan hanya warga masyarakat pesisir saja yang hanya merawat dan
melestarikan ekosisitem pesisir. Melainkan hal-hal ini membutuhkan banyak
sokongan dan upaya ari pemerintah serta semua elemen masyarakat. Hal ini bisa
dilakukan dengan menggunakan beberapa tahapan baik secara struktural maupun
non-struktural. Tetapi pada hal ini, seperti pendekatan dengan cara
non-struktural atau lebih dikatakan dengan pendekatan subyektif.
Referensi
:
Mudjahirin, 2010, Sosiologi Pedesaan Masyarakat Jawa Pesisiran,
Universitas Diponegoro, Bandung.
Sulviyana, dkk. 2012. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir.
Fakultas Kedokteran Universitas Haluoleo Kendari.
https://www.academia.edu/19848632/Sosial_Ekonomi_Wilayah_Pesisir
0 Comments