Pemberdayaan
diperlukan mengingat kesadaran masyarakat terhadap lingkungan bisa dikatakan
masih rendah. Lingkungan belum dianggap sebagai “persoalan”, sementara krisis
lingkungan terjadi dimana-mana yang kemudian disusul oleh bencana lingkungan
yang sering merenggat banyak nyawa manusia. Lingkungan tidak boleh lagi
dieksploitasi demi kemakmuran ekonomi suatu negara. Jika teori lama menyatakan
perubahan lingkungan disebabkan lingkungan atau alam sendiri, kemudian diyakini
bahwa alam mampu memperbaiki keseimbangan kembali, kini teori baru menyatakan
bahwa ulah manusia diyakini sebagai penyebab dari perubahan lingkungan itu.
Teori
lama juga menyatakan bahwa kebudayaan dan teknoogi mampu mengembalikan
kerusakan alam dan lingkungan, tetapi yang terjadi hari ini,
perubahan-perubahan lingkungan banyak yang lepas dari kontrol manusia.
Kebudayaan dan ekologi tidak bisa sepenuhnya diandalkan untuk mendeteksi amukan
alam atau memperbaiki lingkungan. Justru yang terjadi hari ini, ia menjadi penyebab
utama kerusakan lingkungan, karena digunakan untuk memanipuasi alam dan
lingkungan.
Dilhat
dari pendekatan evolusi, perubahan-perubahan sosial yang menjadi penyebab
perubahan-perubahan lingkungan. Di mana sebebelumnya bentuk lingkungan alami,
tetapi lambat laun berubah menjadi lingkungan binaan yang dikreasi manusia.
Seperti ketika kehidupan masih bersahaja, lingkungan masih berada di kondisi
yang belum banyak berubah, tetapi setelah ditemukan mesin, lingkungan
dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Sekalipun
kebudayaan dan teknologi mengubah cara hidup manusia, linkgungan masih menjadi
faktor determistik. Seperti posisi geografis yang tidak sama antarwilayah,
misalnya, membuka kesempatan masyarakat untuk menikmati sumber daya secara
tidak merata. Kemudia, ketika sumber daya alam mengalami kelangkaan dan
ketidakmerataan akan menajdi rentan dan berpotensi konflik sosial. Tindakan-tindakan
aktor dalam pengelolaan sumberdaya alam menyebabkan terjadinya kelangkaan (scarcity). Jumlah maupun kualitas sumber
daya alam kian menipis dan diperebutkan oleh penduduk yang kian bertambah. Oleh
karena itu, bisa diramalkan bentuk-bentuk kerentaan sosial akan lahir dan
muncul sebagai persoalan.
Pada
konteks distribusi seumber daya air, misalnya, ketidakmerataan menjadi kondisi
yang harus diterima masyarakat. Penduduk yang bermukim di dataran paling bawah
mendapat limpahan air lebih banyak, sedangkan mereka yang bermukim di daratan
tinggi mengakses air lebih sedikit. Keadaan ini bersifat dinamis sebab selain karena
perubahan-perubahan pada sumber daya alam, dan juga jumlah penduduk yang kian
bertambah. Jumlah sumber daya alam tidak bisa menyesuaikan jumlah penduduk yang
kian padat tersebut. Jumlah
penduduk suatu daerah bertambah dan kepadatan penduduk kian meningkat,
akibatnya semakin bertambah pula kehidupan yang membutuhkan air. Sementara itu,
sumber daya alam terbatas dan daya dukung lingkungan semakin mengkhawatirkan. Akibatnya,
lingkungan dikorbankan dengan meninggalkan jejak-jejak kemiskinan dan
kerentanan.
Disebebakan
bencana lingkungan, sistem sosial pada suatu wilayah berubah. Keteraturan sosial
yang sebelumnya terlembaga bertahun-tahun dipaksa berubah, bahkan pada kondisi
tertentu rusak karena adanya perubahan akibat bencana alam. Sementara itu, jika
dilihat dari pendekatan revolusi dinyatakan bahwa perubahan lingkungan sebagai
hasil pekerjaan aktor. Perubahan lingkungan merupakan hasil tindakan aktor,
baik itu individu maupun kelompok. Baik aktor yang bergerak atas nama pribadi,
organisasi swasta, komunitas atau atas nama negara. Tidak sama dengan
pendekatan evolusi, proses kondisi lingkungan yang dinyatakan pendekatan ini
berubah lebih cepat. Tidak dibutuhkan waktu lama untuk mengubah lingkungan
alami menjadi lingkungan buatan.
Salah satu faktor yang menggerakan perubahan lingkungan secara besar-besaran, yaitu korporasi global. Kemampuan perusahaan transnasionalitas negara dan memeiliki daya kemampuan eksploitasi lingkungan dimanapun. Terkait lingkungan, tidak hanya meninggalkan bekas-bekas sumber daya yang habis dikuras, tetapi juga kerusakan-kerusakan lingkungan. Kasus legendaris yang diingat sepanjang masa, yaitu tragedi Teluk Minamata, Jepang dan pencemaran di Bhopal, India. Di Indonesia, pencaplokan sumber air di Sigedang, Klaten menjelaskan itu, bagaimana petani-petani dikalahkan oleh korporasi. Sementara itu, hari ini kasus Lapindo bukan hanya menggelamkan masa depan korban di Porong, Sidoarjo, tetapi juga artefak-artefak masa lalu hanyut ditelan semburan lumpur yang sampai kini belum berhenti.
Salah satu faktor yang menggerakan perubahan lingkungan secara besar-besaran, yaitu korporasi global. Kemampuan perusahaan transnasionalitas negara dan memeiliki daya kemampuan eksploitasi lingkungan dimanapun. Terkait lingkungan, tidak hanya meninggalkan bekas-bekas sumber daya yang habis dikuras, tetapi juga kerusakan-kerusakan lingkungan. Kasus legendaris yang diingat sepanjang masa, yaitu tragedi Teluk Minamata, Jepang dan pencemaran di Bhopal, India. Di Indonesia, pencaplokan sumber air di Sigedang, Klaten menjelaskan itu, bagaimana petani-petani dikalahkan oleh korporasi. Sementara itu, hari ini kasus Lapindo bukan hanya menggelamkan masa depan korban di Porong, Sidoarjo, tetapi juga artefak-artefak masa lalu hanyut ditelan semburan lumpur yang sampai kini belum berhenti.
Hubungan
antara perubahan sosial dengan perubahan lingkungan sesungguhnya dialektis,
artinya terjadi Tarik-menarik antara dua kekuatan. Pada satu kasus, perubahan
sosial menyebabkan perubahan-perubahan lingkungan, tetapi pada kasus lain
perubahan lingkungan menyebabkan perubahan sosial. Komponen-komponen lingkungan
sosial yang berubah akibat perubahan lingkungan, yaitu seperti modal sosial,
lembaga sosial, mediasi sosial, dan lain-lain. Kemudian, konflik lingkungan
bisa ditimbulkan oleh perbedaan persepsi atas lingkungan itu sendiri.
Referensi
:
K.
Dwi Susilo, Rahmad, 2012, Sosiologi Lingkungan & Sumber Daya Alam:
Perspektif Teori & Isu-Isu Mutakhir, Jogjakarta: AZ-RUZZ MEDIA.
0 Comments