Aceh
yang dikenal sebagai daerah istimewa yang mempunyai tokoh-tokoh penting dari nilai
historis yang pernah ada seperti dari Kesultanan Aceh Darussalam Sultan Ali Mughayat
Syah sampai dengan Sultan terakhir Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah, Histori itu berlanjut
hingga masa Modernisasi Islam Aceh melalui peran Teungku Daud Beureueh. Mereka
yang dulunya dikenal sebagai tokoh kharismatik Aceh sampai saat ini penerusnya
hilang dan pertandanya mulai memudar. Hampir dapat dikatakan bahwa sudah jarang
ada tokoh kharismatik akhir-akhir ini di Aceh, bahkan keadaan itu mungkin sampai
sekarang sudah tidak ada lagi.
Berdasarkan
catatan sejarah banyak tokoh karismatik dari Aceh yang disegani oleh orang-orang
luar. Tidak hanya itu, bahkan Indonesia sendiri pun turut segan pada Aceh yang
memiliki banyak tokoh kharismatik. Ulama-Ulama Aceh seperti Syeikh Hamzah Fanshuri,
Syeikh Syamsuddin As-Sumatrani, Syeikh Nuruddin Ar-Raniri,dan Syeikh Abdul Rauf
As-Sinkili Kesultanan Aceh seperti yang banyak diketahui orang, yaitu Sultan
Iskandar Muda, Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah hingga tokoh Aceh yang menasional,
yaitu Teungku Daud Beureueh.
Pembahasan
mengenai tokoh kharismatik terakhir di Aceh, yaitu Teungku Daud Beureueh, antara
lain, dapat diawali dengan pertanyaan mengapa beliau disebut sebagai tokoh
kharismatik? Pertama, Tengku Daud Beureueh merupakan seorang agamawan; kedua,
seorang politikus yang berasal dari Aceh. Nama asli beliau Muhammad Daud, lahir
di Desa Beureueh, sebuah desa di kabupaten Pidie. Dengan jiwa dan sosok
kharismatiknya beliau mendapatkan gelar Teungku Muhammad Daud Beureueh. Teungku
Daud Beureueh pernah menjadi gubernur militer di Tanah Karo, dan juga menjadi
Gubernur Aceh ke–3. Beliau menjabat sampai 2 periode, yakni 1947-1950 dan 1950-1951.
Tidak hanya itu, Teungku Daud Beureueh pada waktu itu juga seorang pemimpin
PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh). Tidak heran jika kita melihat bahwa Teungku
Daud Beureueh dianggap sebagai tokoh kharismatik. Perjuangan Teungku Daud
Beureueh tidak hanya sampai di Aceh, tetapi juga beliau penggerak perjuangan membantu
memerdekakan Indonesia dari penjajahan Belanda. Teungku Daud Beureueh juga
pernah belajar sampai ke negeri Arab. Tidak heran jika orang Aceh dari dulu
sampai sekarang menghormati orang yang belajar sampai ke- Arab. Walaupun
praktik ini juga pernah digunakan oleh Belanda untuk masuk ke dalam struktur
masyarakat Aceh agar Belanda bisa menguasai daerah Aceh, sampai akhirnya Belanda
pun juga masuk ke cara berpikir bangsa Aceh dan menjajah Aceh sampai ke beberapa
daerah. Namun Aceh adalah satu-satunya suku-bangsa (nation) yang tidak bisa di
taklukkan oleh Belanda.
Oleh
karena itu, pada masa perjanjian KMB (Konferensi Meja Bundar ) Aceh
memberontak, marah, karena Aceh salah satu dimasukkan dalam perjanjian tersebut
sebagai wilayah jajahan Hindia-Belanda. Faktanya Aceh tidak pernah takluk pada
bangsa Belanda. Meskipun Sultan Alaiddin terakhir dipindahkan ke Batavia.
Tertangkapnya Sultan bukan berarti Aceh takluk pada Belanda. Sultan Alaiddin
Muhammad Daud Syah hanya menyerahkan diri untuk ditangkap, bukan untuk menyerahkan Aceh
kepada Belanda. Salah satu bukti Belanda tidak bisa menaklukkan Aceh adalah
pada pertanda mengapa Istana kerajaan Aceh Darussalam Hilang tanpa jejak? Ini
untuk memmperlihatkan betapa Belanda menghancurkan Istana Kerajaan Aceh
Darussalam karena tidak bisa menguasai Aceh. Berbeda dengan Kerajaan di
Yogyakarta, mengapa Istana mereka tidak dihancurkan oleh Belanda, itu karena
mereka tunduk dan menyerah kepada Belanda. Inilah salah satu fakta bahwa
Belanda tidak pernah menaklukkan Aceh. Adapun yang menjadi persoalan sekarang
apakah masih ada tokoh kharismatik di Aceh? Apakah Lembaga Wali Nanggroe yang
mewarisi institusi personalitas Tokoh Kharismatik Aceh? Agaknya, sulit untuk
menjadi tokoh kharismatik masa sekarang di Aceh. Seiring dengan perubahan
zaman, dari feudalisme menuju semangat demokrasi yang menjunjung tinggi
rasionalitas global, kemerdekaan berekspresi secara sosial - politik, dan
otonomi manusia berpikir, tentu terjadi silang-pendapat mengenai apakah masyarakat
Aceh masih membutuhkan Tokoh Kharismatik yang dahulu lebih fungsional bagi
kekuasaan Teokrasi atau Monarchi? Apakah hanya dengan sistem politik dan ideologi
social-budaya seperti itu (suku)bangsa Aceh baru bisa maju-tak-gentar membela
yang benar (adil) setara masa dahulu. Apakah kita harus beralih atau kembali ke
zaman dahulu, sementara sejarah itu lebih sebagai rekonstruksi simbolik bagi generasi
sekarang, sebagai inspirasi untuk pembangunan masa kini.
Dengan
menggunakan kebijakan kebijakan yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi mestinya
(suku)bangsa Aceh melalui pemerintah daerah dapat membawa masyarakat maju dalam
membagun dan mengatasi permasalahan, seperti Aceh daerah termiskin di Sumatra,
atau permasalahan lainnya dari aspek sosial, budaya, dan politik. Untuk membangun
Aceh seperti itu mungkin kita membutuhkan seorang pemimpin politik yang jujur
(transparan dan akuntabel. Pemimpin yang begitulah menjadi panutan untuk masyarakatnya.Bukan
hanya pandai meneruskan program-program politik pemimpin terdahulu yang sudah
berada dalam siklus masalah. Tentu saja perubahan zaman juga mempengaruhi
perubahan struktur masyarakat tersebut, dan itu juga mempengaruhi apa yang
diinginkan masyarakat Aceh sebenarnya. Berbeda dengan kondisi masa lampau,
artinya kebijakan dulu tidak bisa digunakan untuk masa sekarang ini. Justru spirit
kebijakan dulu digunakan dan disesuaikan dengan perubahan zaman. Kemajuan suatu
daerah atau suatu negara tentu ditentukan oleh kemajuan teknologi dan juga dibarengi
oleh kemajuan budayanya. Budaya juga harus ikut diupgrade. Jika tidak, masyarakat
tidak akan menerima dengan kemajuan teknologi tersebut. Jadi, sulit untuk lahir
seorang tokoh kharismatik dalam masyarakat yang tengah berubah dari tradisional
menuju rasional seperti sekarang ini.
Semoga
dengan tulisan ini banyak warga masyarakat Aceh yang berpikir rasional untuk mempunyai
keinginan menjadi seorang tokoh kharismatik dalam bentuk lain agar memungkinkan
membawa perubahan Aceh ke depan lebih baik lagi dari sekarang ini.
0 Comments