Menurut World
Business Council for Sustainable Development mengemukakan bahwa CSR
merupakan komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku
etnis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, serta komunitas lokal
dan masyarakat luas pada umumnya.
Pelaksaan tanggung jawab
sosial perusahaan tidak hanya pada perusahaan insutri yang menghasilkan dampak
negatif pada lingkungan dan masyarakat, tetapi juga sektor-sektor lain seperti:
jasa, asuransi, komunikasi, lembaga keuangan bank dan bukan bank. Kepedulian
kepada masyarakat sekitar atau relasi komunitas dapat diartikan sebagai
peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui
berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komuikasi.
Suatu teori penting yang
menjadi dasar dari perkembangan teori CSR adalah cara pandang bahwa yang tidak
semata-mata suatu organisasi pribadi, melainkan suatu organisasi sosial.
Perusahaan diharapkan beroperasi dengan pemahaman mengenai kesejahteraan sosial
dari masyarakat dan diharapkan untuk membagi keuntungan dari aktivitas ekonominya
dengan masyarakat. Dengan demikian perusahaan memperoleh tempatnya dalam
masyarakat dengan menanggapi dan memberikan keinginan dari masyarakat (Wood,
1991).
a) Teori Legitimasi (legitimacy theory)
Menurut teori ini suatu
perusahaan beroperasi dengan izin dari masyarakat, dimana izin ini dapat
ditarik jika masyarakat menilai bahwa perusahaan tidak melakukan hal-hal yang
diwajibkan kepadanya. Dalam konteks ini CSR dipandang sebagai suatu kewajiban
yang disetujui antara perusahaan dengan masyarakat. Masyarakat yang telah
memberikan izin kepada perusahaan untuk menggunakan sumber daya alam dan
manusianya serta izin untuk melakukan fungsi produksinya (Donaldson, 1983).
Namun harus diingatkan
bahwa izin tersebut tidaklah tetap sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan
dari perusahaan bergantung pada bagaimana perusahaan secara terus menerus
berevolusi dan beradaptasi terhadap perubahan keinginan dan tuntutan dari
masyarakat (Walden dan Schwartz, 1997).
b) Teori
Agensi (agency theory)
Teori agensi
menggambarkan perusahaan sebagai suatu titik temu antara pemilik perusahaan (principal)
dengan manajemen (agent). Jensen dan Meckling menyatakan bahwa hubungan
keagenan merupakan sebuah kontak yang terjadi antara manajer (agent)
dengan pemilik perusahaan (principal). Wewenang dan tanggung jawab agent
maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama (Jensen
dan Meckling, 1976).
Konflik kepentingan
dalam hubungan keagenan. Terjadi konflik kepentingan antara pemilik dan agen
karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal,
sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Teori agensi maupun
menjelaskan potensi konflik kepentingan diantara berbagai pihak yang
berkepentingan dalam perusahaan tersebut. Konflik kepentingan ini terjadi
dikarenakan perbedaan tujuan dari masing-masing pihak berdasarkan posisi dan
kepentingan terhadap perusahaan. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang
berbeda di dalam perusahaan di mana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai
atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki.
c) Teori Pemangku Kepentingan (stakeholder theory)
Latar belakang
pendekatan stakeholder adalah keinginan untuk membangun suatu
kerangka kerja yang responsive terhadap masalah yang dihadapi para manajer saat
itu yaitu perubahan lingkungan. Stakeholder adalah setiap
kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian
tujuan organisasi. Stakeholder dapat dibagi dua berdasarkan
karakteristiknya yaitu stakeholder primer adalah seseorang
atau kelompok yang tanpanya perusahan tidak dapat bertahan untuk going concern,
meliputi: shareholder dan investor, karyawan, konsumen dan pemasok. Dan stakeholder sekunder
didefinisikan sebagai mereka yang mempengaruhi, atau dipengaruhi perusahaan,
namun mereka tidak berhubungan dengan transaksi dengan perusahaan dan tidak
esensial kelangsungannya.
Tujuan dari teori stakeholder adalah
untuk membantu manajer korporasi mengerti lingkungan stakeholder mereka
dan melakukan pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan
hubungan-hubungan di lingkungan perusahaan mereka. Namun demikian, tujuan yang
lebih luas dari teori stakeholder adalah untuk menolong
manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari dampak aktifitas-aktifitas
mereka, dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi stakeholder.
d) Teori
Tanggung Jawab Publik (public responbility theory)
Dalam konsep ini
perusahaan bertanggung jawab terhadap hasil yang terkait dengan era primer dan
sekunder dari keterlibatkan mereka dengan masyarakat (Wood, 1991). Perusahaan
sering dipaksa untuk merespon berbagai isu sosial yang merupakan akibat dari
aktivitas mereka (Bucholz, 1998).
Dalam sudut padang ini
CSR merupakan suatu kewajiban bagi perusahaan untuk mengikuti kebijakan dan
membuat keputusan yang menguntungkan bagi tujuan dan nilai masyarakat luas.
e) Teori Sinyal (singnal theory)
Teori sinyal menekankan
kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan
investasi pihak di luar perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi
investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan
keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun
keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan
bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat
waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis
untuk mengambil keputusan investasi (Guthrie, J. dkk, 2004).
A. Penutup
Corporate
Social Responbility (CSR) mengemukakan
bahwa CSR didefinisikan sebagai komitmen perusahaan untuk meningkatkan
kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan
sebagai sumber daya perusahaan (Kotler dan Nancy, 2005:4) dalam Gassing
(2016:163). Teori CSR adalah cara pandang bahwa yang tidak semata-mata suatu
organisasi pribadi, melainkan suatu organisasi sosial. Teori tersebut yaitu;
teori agensi, teori legitimasi, teori stakeholder, teori tanggung
jawab publik dan, teori sinyal.
Dafar Pustaka
Jurnal :
Guthrie, J., Petty,
R., Yongvaninch, K. and Ricceri, F. (2004), “Using Content Analysis as a Research Method to Inquire Into
Intellectual Capital Reporting”, Journal
Of Intellectual Capital, Vol. 5, No. 2. Pp. 282-293.
Jensen, M. C. and W.
H. Meckling. 1976. Theory of the Firm:
Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3:
305-360.
Walden,
W.D. dan Schwartz, B.N. 1997. Environmental
Disclosure and Public Policy Pressure. Journal
of Accounting and Public policy, 16: 125-154.
0 Comments